Sebagai pendeta, hamba Tuhan, dan pakar keluarga Kristen, pertanyaan mengenai kelanjutan kehamilan dengan janin yang cacat menghadirkan dilema etika yang kompleks. Di satu sisi, Alkitab menekankan nilai kehidupan manusia sejak dalam kandungan (Mazmur 139:13-16). Di sisi lain, terdapat pertimbangan kasih dan tanggung jawab terhadap kualitas hidup anak dan keluarga.
Pandangan Alkitab tentang Kehidupan:
Alkitab secara konsisten menunjukkan penghargaan terhadap kehidupan manusia sejak masa pembuahan. Mazmur 139:13-16 menggambarkan pengetahuan dan rencana Tuhan atas setiap individu bahkan sebelum dilahirkan. Alkitab mengajarkan bahwa setiap individu diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:27), dan Dia memiliki rencana yang indah bagi setiap kehidupan yang Dia ciptakan (Yeremia 29:11). Oleh karena itu, kita harus menghormati kehidupan sejak awal konsepsi hingga akhir kehidupan alami. Yeremia 1:5 menyatakan bahwa Tuhan telah memilih dan menunjuk Yeremia sejak dalam kandungan. Pengguguran kandungan, dalam banyak interpretasi Alkitab, dianggap sebagai tindakan mengakhiri kehidupan manusia yang berharga.
Pertama-tama, kita harus mengutamakan kesehatan dan kesejahteraan ibu. Sebagai seorang ibu, ia memiliki tanggung jawab moral dan spiritual untuk menjaga kesehatannya sendiri. Jika kehamilannya berisiko mengancam nyawa atau kesehatannya secara serius, langkah-langkah medis yang diperlukan untuk melindungi nyawa dan kesehatannya dapat diambil. Ini adalah prinsip dasar dalam etika kedokteran yang juga diperkuat oleh ajaran kasih dan belas kasihan Kristen.
Pertimbangan Etika:
Namun, kasus dengan janin yang cacat menghadirkan kompleksitas etika. Kehidupan yang dilahirkan dengan kelainan fisik dan mental dapat membawa konsekuensi kesehatan, emosional, dan finansial yang signifikan bagi anak dan keluarga. Dilemanya terletak pada:
- Hak hidup vs. kualitas hidup:Â Apakah hak hidup janin cacat diutamakan, ataukah kualitas hidup yang layak menjadi pertimbangan utama?
- Beban dan penderitaan:Â Bagaimana mengukur beban dan penderitaan yang akan dialami anak dan keluarga di masa depan?
- Kehendak Tuhan vs. intervensi manusia:Â Apakah keputusan untuk menggugurkan merupakan intervensi manusia yang melawan kehendak Tuhan?
Mencari Keseimbangan:
Menghadapi dilema ini, penting untuk mencari keseimbangan antara nilai kehidupan dan kasih. Berikut beberapa poin yang perlu dipertimbangkan:
- Konsultasi dengan dokter dan ahli medis:Â Mendapatkan informasi lengkap mengenai kondisi janin, prognosis, dan pilihan-pilihan yang tersedia.
- Konseling dengan hamba Tuhan:Â Meminta bimbingan rohani dan mempertimbangkan perspektif iman Kristen.
- Diskusi terbuka dengan keluarga:Â Melibatkan suami/istri, keluarga dekat, dan orang-orang terpercaya dalam pengambilan keputusan.
- Memperhatikan faktor-faktor lain:Â Kemampuan finansial, dukungan sosial, dan kesiapan mental untuk merawat anak dengan kebutuhan khusus.
Kesimpulan:
Keputusan untuk melanjutkan atau menggugurkan kehamilan dengan janin cacat adalah pilihan yang sangat personal dan kompleks. Tidak ada jawaban mudah dan universal. Setiap individu dan keluarga harus mempertimbangkan semua aspek dan membuat keputusan berdasarkan keyakinan, nilai-nilai, dan situasi mereka sendiri.
Penting untuk diingat:
- Pengguguran adalah pilihan yang berat dan memiliki konsekuensi emosional dan spiritual.
- Apapun keputusan yang diambil, penting untuk berpegang pada kasih dan tanggung jawab.
- Dukungan dari komunitas gereja, keluarga, dan profesional sangatlah penting.
Sebagai hamba Tuhan, saya tidak dapat memberikan jawaban mutlak. Namun, saya siap membantu Anda dalam proses pengambilan keputusan dengan menyediakan informasi, dukungan rohani, dan konseling.
Doa:
Ya Tuhan, kami mohon hikmat-Mu dalam menghadapi situasi yang sulit ini. Berikan kami kekuatan dan kebijaksanaan untuk membuat keputusan yang terbaik bagi semua pihak yang terlibat. Bantulah kami untuk selalu berpegang pada kasih dan tanggung jawab. Amin.